Sebuah studi baru dari Dartmouth College menunjukkan bahwa kecerdasan buatan (AI) mempunyai potensi untuk merevolusi pendidikan dengan menawarkan dukungan yang dipersonalisasi dan disesuaikan dengan kebutuhan individu siswa. Hal ini dapat berdampak besar bagi institusi yang memiliki sumber daya terbatas, dimana akses terhadap pengajaran individual sangat terbatas.
Penelitian yang dipimpin oleh Profesor Thomas Thesen dan mahasiswa kedokteran Soo Hwan Park ini berfokus pada NeuroBot TA, asisten pengajar AI yang dirancang khusus untuk kursus ilmu saraf di Fakultas Kedokteran Geisel Dartmouth. NeuroBot TA menggunakan teknik yang disebut retrieval-augmented generation (RAG). Tidak seperti chatbot pada umumnya yang dapat berhalusinasi (menghasilkan informasi yang masuk akal namun salah), NeuroBot TA mengambil jawabannya secara eksklusif dari sumber yang telah diperiksa seperti buku teks, catatan kuliah, dan pedoman klinis. Pendekatan yang dikurasi ini bertujuan untuk membangun kepercayaan dengan mendasarkan tanggapan pada informasi yang dapat dipercaya.
Studi ini melacak interaksi 190 mahasiswa kedokteran dengan NeuroBot TA sepanjang kursus. Hasilnya menggembirakan: siswa lebih mempercayai basis pengetahuan NeuroBot dibandingkan chatbot biasa yang tersedia secara online. Lebih dari seperempat responden menyoroti keandalan, kecepatan, dan kenyamanan NeuroBot, khususnya untuk persiapan ujian. Hampir setengahnya menganggapnya sebagai alat bantu belajar yang berharga.
Mengapa Ini Penting: Temuan ini menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam penggunaan AI dalam pendidikan.
“Pekerjaan ini mewakili sebuah langkah menuju pendidikan presisi—penyesuaian pengajaran dengan kebutuhan dan konteks spesifik setiap pelajar,” jelas Profesor Thesen.
Dia menekankan bahwa NeuroBot TA menunjukkan potensi AI untuk meningkatkan pembelajaran yang dipersonalisasi sekaligus membangun kepercayaan siswa, terutama di lingkungan di mana bimbingan belajar tatap muka tradisional terbatas.
Tantangan Masih Ada: Meskipun menjanjikan, studi ini juga menyoroti beberapa kendala yang perlu diatasi. Banyak siswa terutama menggunakan NeuroBot TA untuk pengecekan fakta daripada eksplorasi lebih dalam atau pembelajaran berbasis diskusi. Beberapa pihak menyatakan frustrasi dengan cakupannya yang terbatas, sehingga berpotensi mendorong mereka ke arah chatbot yang kurang dapat diandalkan namun lebih luas. Tim peneliti menyadari adanya kekhawatiran penting: siswa sering kali tidak memiliki keahlian untuk membedakan halusinasi yang dihasilkan AI dari informasi akurat.
Melihat ke Depan:
Iterasi NeuroBot TA di masa depan akan menggabungkan teknik pedagogi yang dikenal untuk meningkatkan pemahaman dan retensi, seperti pertanyaan Socrates dan praktik pengambilan jarak jauh. Pergeseran ini bertujuan untuk membimbing siswa menuju pembelajaran aktif daripada pengumpulan informasi pasif. Thesen menekankan pentingnya menumbuhkan “kesadaran metakognitif” pada siswa—memahami kapan AI cocok untuk tugas-tugas cepat versus pembelajaran yang lebih mendalam.
Studi ini juga menggarisbawahi potensi yang lebih luas dari alat AI seperti AI Patient Actor, platform lain yang dikembangkan oleh laboratorium Profesor Thesen. Alat ini mensimulasikan interaksi pasien, memberikan mahasiswa kedokteran ruang yang aman untuk melatih keterampilan komunikasi dan diagnostik mereka. Telah diterapkan di banyak institusi di seluruh dunia, AI Patient Actor memberikan contoh bagaimana teknologi dapat mengatasi keterbatasan sumber daya dan memberikan pengalaman pembelajaran praktis.
Para peneliti Dartmouth percaya bahwa alat-alat yang didukung AI ini mewakili langkah signifikan menuju pendidikan yang lebih mudah diakses dan efektif, membuka jalan bagi inovasi masa depan yang menjembatani kesenjangan antara kebutuhan pembelajaran individu dan sumber daya pendidikan.













































